Berpikir untuk Menyerah

Weekend ini aku akan memastikan apakah Ringgo jadi datang kerumahku. Aku akan menyiapkan diri untuk pertemuan yang mungkin akan cukup emosional ini. Jujur aku rindu sekali dengan Ringgo. Aku harap Ringgo pun demikian.

Mulai dari jumat pagi aku mengirim pesan secara intens pada Ringgo. Setiap tidak dibalasnya aku berusaha menanyakan ulang dan memastikan kalau komunikasi kami berjalanan baik, hari ini hingga besok minimal.

"Pagi sayang, sudah di kampus? Jangan lupa sarapan ya", pesanku.

Seperti biasa lebih dari 2 jam tak ada balasan. Selesai kuliah jam pertama ku lanjutkan lagi mengirim pesan pada Ringgo.

"Sayang, besok mau aku masakin apa? Biar pulang kampus aku sempetin belanja", pesan yang kukirim lagi dimana sebelumya sudah diawali dengan kata "Ping" yang artinya memanggil lagi orang yang sama.

Hingga jam makan siang akhirnya kukirim kembali pesan untuk Ringgo, berharap yang kali ini dibalas. Dan bisa janjian makan siang bersama, walaupun sudah janjian sama Rani, aku bisa batalkan saja kalau bisa bertemu Ringgo.
"Sayang, sudah makan siang? Mau makan siang bareng ga? Aku samper kekantin teknik ya?", pesanku.

Handphoneku bergetar pelan, yang artinya ada pesan masuk.
"Sayang maaf ya baru balas pesan kamu, besok Insya Allah aku jadi main kerumah kamu. Ga usah ngerepotin kamu, besok aku bawain bubur ayam kesukaan kamu ya. Maaf aku ga bisa makan siang bareng, karena harus nyiapin materi presentasi di kelas setelah ini.", balas Ringgo.

"Iya sayang gapapa. Besok aku tunggu dirumah ya.. Jangan lupa makan siang", balasku dengan gegap gempita.

Balasan singkat yang menghangatkan pun aku terima dengan bahagia.
"Siap sayang :)", balas Ringgo singkat.

Siang itu aku sudah duduk manis menunggu Rani dikampusku. Akhirnya aku bilang untuk tidak makan dikampus teknik.
"Daripada ketemu sama Randi, malah jadi ribet urusannya.", pikirku.
Sejak waktu itu Randi masih sering mengirimiku pesan, walapun aku membalasnya satu persatu saja. Aku tidak bisa memberikan Randi harapan yang terlalu besar, apalagi hubunganku dengan Ringgo sedang renggang. Akan mudah sekali untuk aku terbawa perasaan, sehingga aku memutuskan untuk menjauh.

Kudengar bunyi teleponku berdering, dan aku lihat Rani yang menelpon.
"Gw udah di parkiran ya, lw dimana? Buru sini", sahutnya dari balik telepon.
"Iya gw jalan keluar sekarang ya, tunggu bentar", ucapku sambil menutup teleponnya.

Kucari mobil Rani dan kuhampiri. Langsung aku masuk dan duduk disamping Rani.
"Mau kemana kita?", tanya Rani
"Kemana aja deh. Tapi pulangnya mampir supermarket dulu ya, beli bahan bahan spageti." ucapku.
"Spageti? Ringgo mau kerumah?", tanya Rani penasaran.
"Iya besok malam dia mau main. Kali aja dia pengen gw masakin spageti", jawabku sambil tersenyum.
"Waahh akhirnyaa ya non. Gw seneng dengernya. Akhirnya ga ada galau galau dicuekin pacarnya lagi", canda Rani sambil keluar dari parkiran.
"Bisa aja lw. Semoga aja besok ga ada masalah ya Ran. Sebenernya gw takut besok terasa aneh, kita kan udah lama ga ketemu. Pasti jadi awkward", ungkapku.
"Udah lw santai aja, dandan yang cantik, dan buat Ringgo kapok nyuekin elu", ujar Rani.
Aku hanya tersenyum tipis mendengar celotehan Rani.

Setelah dari supermarket, aku tulis lagi pesan singkat untuk Ringgo.
"Kamu masih sibuk? Aku belanja bahan spageti, jadi kalau besok kamu masih pengen makan spagettin tinggal buat deh", pesanku manja.

Tidak ada balasan hingga malam bahkan paginya.

Keesokan paginya aku sedang menyiapkan diri, maskeran, luluran, dan berusaha tampil secantik mungkin didepan Ringgo.
Tiba tiba handphone ku berdering. Kulihat Rani yang menelpon.
"Fan, tolongin gw dong", ucapnya dari sana.
"Kenapa lw?", tanyaku khawatir.
"Gw samper 10 menit lagi, siap siap ya.", ucapnya sambil memutus sambungan telepon.

Kulihat jam didinding, masih pukul 9 pagi.
"Kenapa lagi ni anak tiba tiba nyuruh siap siap", pikirku.

10 Menit kemudian suara klakson mobil Rani terdengar dari luar. Akupun segera keluar dan menghampiri Rani.
"Kenapa sih Ran? Bikin panik aja", ucapku agak kesal.
"Ini memang urgent banget Fan, masuk dulu deh, anterin gw cari kebaya buat nanti malam nemenin Gerry kondangan.", ungkapnya.
"Gw cari cari baju yang pas kebetulan ga ada dan ini kan penting banget. Lw tau kan gimana gw sama Gerry. Please save my life", tambah Rani.
"Tapikan... Ringgo mau kesini Ran", ungkapku.
"Masih nanti malam kan, sore gw udah drop elu pulang deh, janjii... Please Fan", ungkap Rani sambil memohon.
Akhirnya aku masuk ke mobil dan menemani Rani mencari baju untuk acaranya dengan Gerry.
"Yaudah cari di tempat yang deket aja ya.", ucapku berusaha menenangkan.
"Iya kita ketempat biasa aja ya biar ga jauh jauh banget", ucap Rani
"Oke", balasku singkat.


Sore hari Rani sudah mengantar aku pulang karena tadi kami sempat mampir kesalon untuk sekedar mempersiapkan diri acara nanti malam. Rani dengan Gerry dan aku dengan Ringgo.
"Masih terang lw udah gw anter pulang kan? Sempat nyalon dulu lagi", ucap Rani sambil tersenyum lebar.
"Iya,", ungkapku sambil tersenyum.
"Have ya nanti malam, salam untuk Ringgo", ungkap Rani sambil mengubah porsenelingnya.
"Iya lw juga have fun sama Gerry", balasku.
"Thanks say", balasny sambil mulai melajukan mobilnya.

Kulihat jam dikamar dan aku pikir aku sempat untuk siap siap dan dandan cantik.
Kulihat handphoneku tak satupun pesan dari Ringgo hari ini. Ku coba mengirimkan pesan kembali pada Ringgo.
"Sayang, lagi apa? Nanti jadi kan main kerumah?", pesanku.

Hingga pukul 5 sore masih tidak ada balasan, hingga adzan magrib berkumandang masih tidak ada balasan.
Akhirnya aku memutuskan untuk bersiap siap menunggu Ringgo di teras rumah sambil memainkan gadgetku dan beberapa kali mengirimi pesan untuk Rani dan mengomentari dandannya.
1 Jam berlalu dan Ringgo masih belum datang.
Kucoba mengiriminya pesan kembali.
"Go, kamu dimana? Jadi kerumah?", pesanku.
Tiap 10 menit kukurimkan pesan yang sama bahkan aku telepon setiap 15 menit sekali.
"Go, kamu ga kenapa kenapa kan?"
"Go, aku khawatir kamu kok ga angkat telepon aku"
"Go, kalau baca pesan aku segera kabarin aku ya"

Pesan itu aku kirim. Hingga waktu menunjukkan pukul 10 malam dan aku yakin Ringgo ga bakalan datang. Ku balas pesan terakhir Rani.
"Keren banget acaranya Ran. Lw foto berdua dong sama Gerry, terus kirim ke gw ya.", pesanku.
"Tanpa lw suruh juga gw udah lakuin Fan, ini hadiah tadi sore lw nganterin gw. Mana foto lw sama Ringgo", pesan Rani yang didalamnya ada foto Gerry yang sedang merangkul Rani.
"Ringgo ga ada kabar Ran. Apa gw menyerah aja ya?", pesanku.
"Gila Ringgo ga ngabarin lw apa apa? Nanti sampai rumah gw telepon ya", pesan Rani
"Besok aja ya. Kayanya gw cape pengen istirahat", balasku.

Kubanting badanku kekasur dan kubiarkan handphoneku disampingku supaya segera tahu kalau Ringgo menghubungi ku. Kudengar suara handphoneku berdering dengan sigap segera kulihat layar handphoneku. Dan disana tertulis Randy. Kuangkat telepon Randi dengan setengah hati.
"Kenapa Ran, tumben malam malam telepon.", tanyaku.
"Fan, ini malam minggu, masak jam segini udah malam", canda Randi.
"Kenapa? Gw cape banget soalnya", balasku.
"Kok lw bete sih kedengerannya.", tanya Randi hati - hati.
"Gapapa, kenapa Ran?", tanyaku.
"Yaudah besok aja deh gw kabarin lagi", ungkap Randi.
"Kamu istirahat ya, jangan sampai sakit", tambahnya.
"Iya thanks ya. Gw istirahat dulu ya", balasku sambil menutup telepon.

Hari itu hari yang melelahkan secara emosional. Seandainya tidak ada janji itu mungkin aku tidak akan sesakit ini menghadapi hubunganku dengan Ringgo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Learning Technologist? Apa itu?........................Part 1

3 Rekomendasi Buku yang Mengubah Pola Pikir dan Bagaimana Menjalani Hidup

Pagi dengan Hati yang Merindu......